Tanggal
2 Desember 2013
Pembicara
: Endah Murwani
Tema
: Iklan & Kekerasan Simbolik
Iklan? Apa itu Iklan?
Iklan
ada dimana-mana, seakan mengikuti kemana saja kita pergi sepanjang hari. Di
rumah, jalanan, pasar, kantor, kampus, sekolah, stasiun, halte bus, bandara,
taksi, lift maupun toilet kita selalu bertemu iklan. Iklan telah mengepung kita
dari berbagai penjuru dan sepanjang waktu, sehingga memungkinkan untuk mampu
menembus hampir semua celah kehidupan setiap orang. Pengiklan seolah tidak akan
melewatkan sejengkal tempat dan waktu untuk beriklan.
Pengeseran
Fungsi Iklan
1.
Iklan tidak hanya sekedar bertujuan
menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli suatu produk. Akan
tetapi lebih dari itu, iklan turut berpengaruh dalam membentuk sistem nilai,
gaya hidup maupun selera budaya tertentu.
2.
Iklan tidak hanya memvisualisasikan
kualitas dan atribut dari produk yang harus dijualnya, tetapi mencoba membuat
bagaimana sifat atau ciri produk tersebut mempunyai arti sesuatu bagi
kita.
Dalam
konteks inilah iklan mendefinisikan image tentang ‘arti tertentu yang
diperoleh’ ketika orang menggunakan produk tersebut. Proses ini oleh Williamson
(1978 : 20) disebut sebagai using product is currency, yaitu menggunakan
produk yang diiklankan sebagai ‘uang’ untuk membeli produk kedua yang secara
langsung tidak terbeli.
Pollay
membagi fungsi komunikasi iklan menjadi dua :
1. Fungsi
informasional, iklan memberitahukan kepada konsumen tentang karakteristik
produk.
2. Fungsi
transformational, iklan berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh
konsumen terhadap merek, pola-pola belanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai
sukses dan sebagainya.
Iklan
dalam Konteks Pemikiran Ilmu Sosial menurut para Ilmuwan
Menurut Baudrillard:
Iklan adalah
bagian dari sebuah fenomena sosial bernama consumer society.Obyek dalam
iklan tidaklah berdiri sendiri, melainkan dibentuk oleh sebuah sistem tanda (sign
systems). Analisis Baudrillard
berkontribusi dalam mengembangkan analisa mengenai produksi dan reproduksi
pesan yang melibatkan peran dari citra (image) pada masyarakat
kontemporer
Menurut Barthes:
Barthes menganalisa iklan
sebagaimana layaknya seorang ahli linguistik. Barthes tertarik untuk membongkar
makna dari pesan-pesan yang disampaikan lewat image maupun teks dalam media dan
fenomena sosial lainnya. Makna ini dibongkar dengan terlebih dahulu menganalisa
tanda-tanda yang merepresentasikan makna, dengan menggunakan semiotik sebagai
kerangka analisa. Barthes menyumbangkan pemikiran mengenai peran media dalam
reproduksi pesan-pesan ideologis.
Menurut Hall:
Fokus
pemikiran Hall dalam studi media massa mencakup hubungan antara produk budaya
yang secara ideologis dikodekan dengan strategi khalayak untuk mendekode (decoding)
pesan-pesan tersebut. Pemikiran Hall menjadi semacam kritik bagi posisi
khalayak yang lemah dalam berbagai studi mengenai dampak media.
Bagaimana
Para Ilmuwan tersebut Memahami Iklan??
Menurut Baudrillard :
Iklan adalah bentuk dari sign system yang mengatur makna
dari obyek atau komoditas. Iklan juga dipandang sebagai perangkat ideologis
dari kapitalisme konsumen (consumer capitalism).
Menurut Barthes :
Iklan juga dilihat sebagai signs, yang mengatur makna yang
ingin disampaikan oleh pembuat iklan. Makna ideologis yang dimiliki iklan
dibuat senetral mungkin, proses signifikasi (pembuatan tanda atau sign)
yang kemudian disebut Barthes sebagai myth (mitos).
Menurut Hall:
Pemikiran Hall relevan untuk dijadikan basis analisa terhadap
iklan sebagai bagian dari produksi pesan ideologis. Dalam hal ini, Hall melihat
media atau iklan sebagai konstruksi dari subjektivitas (construction of subjectivity).
Bagaimana Iklan
Memproduksi pesan??
Menurut Baudrillard, Iklan sebagai wacana yang dikodekan (coded
discourse) dan melekat pada sebuah produk, tidak memiliki hubungan dengan
realitas (hyperreal).
Menurut Barthes, beliau menganggap bahwa tanda masih bisa
merepresentasikan realitas (signifikasi tingkat pertama atau denotasi).
Sedangkan pada signifikasi tingkat kedua (konotasi), tanda bisa
merepresentasikan sesuatu yang hanya bisa dipahami lewat situasi kultural atau
sosial yang sama. Sementara sebagai sebuah myth,signsdalam iklan
dianggap merepresentasikan pesan idelogis dari si pembuat iklan (dalam konteks
ini, adalah kelas borjuis)
Menurut
Hall, Hall membagi dua actor atau fungsi, yaitu encoder-decoder/encoding-decoding.
Media/pengiklan adalah encoder yang melakukan pengkodean pesan-pesan, sesuai
dengan norma-norma professional (atau estetik, dalam konteks pengiklan) dan
ideology yang hendak disampaikannya. Ketika pesan-pesan tersebut dikodekan
secara simbolis, khalayak memiliki kebebasan untuk melakukan decoding dari
pesan-pesan tersebut.
Bagaimana Pesan diterima Khalayak??
Baudrillard menegaskan bahwa melalui kode-kode dalam sebuah pesan,
manusia sadar akan dirinya dan kebutuhan-kebutuhannya. Kode-kode tersebut
secara hirarkis memiliki tingkatan yang digunakan untuk menandakan
perbedaan-perbedaan (distinctions) dari status dan kelas.
Barthes berpendapat bahwa iklan memiliki berbagai makna sesuai
dengan tingkat signifikasi yang dilakukan oleh khalayak. Dengan demikian makna
dari pesan yang disampaikan oleh iklan menjadi sangat majemuk
Hall melihat ada tiga kemungkinan dari resepsi khalayak mengenai
pesan iklan yang diterimanya, yaitu:
1)Dominant hegemonic, apabila
khalayak menafsirkan pesan sesuai dengan apa yang ingin disampaikan oleh
media/pengiklan;
2)Negotiated, apabila khalayak
mengambil posisi untuk secara terbatas (subtly) mengkontestasi makna
pesan;
3)Oppositional, apabila
khalayak mengambil posisi yang berseberangan atau menolak samasekali pesan yang
disampaikan.
Ketiga kemungkinan proses decoding yang dilakukan khalayak
dipengaruhi oleh budaya, disposisi politik, hubungan mereka terhadap jaringan
kekuasan yang lebih luas dan akses terhadap teknologi media massa (radio,
televisi, internet, dsb).
Memahami Iklan dengan Konsep
Kekerasan Simbolik Bourdieu
Bagi Bourdieu, seluruh tindakan pedagogis baik itu yang
diselenggarakan di rumah, sekolah, media atau dimanapun memiliki muatan
kekerasan simbolik selama pelaku memiliki kuasa dalam menentukan sistem nilai
atas pelaku lainnya, sebuah kekuasaan yang berakar pada relasi kuasa antara
kelas-kelas dan atau kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
-lekuk-indahmu.png
Beberapa asumsi Bourdieu:
·
Diasumsikan bahwa media dan
iklan merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan tindakan pedagogis dari
kelas atau kelompok sosial tertentu. Arena iklan tidak hanya menjadi ajang
kontestasi image simbolik produk yang ingin dipasarkan namun juga imagesimbolik
realitas sosial secara luas.
·
Iklan menjadi sebuah mesin
kekerasan simbolik yang bisa menciptakan sistem kategorisasi, klasifikasi, dan
definisi sosial tertentu sesuai dengan kepentingan kelas atau kelompok dominan.
Image-image simbolik yang diproduksi iklan seperti misalnya kebahagiaan,
keharmonisan, kecantikan, kejantanan, gaya hidup modern pada dasarnya merupakan
sistem nilai yang dimiliki kelas atau kelompok dominan yang diedukasi dan
ditanamkan pada suatu kelompok masyarakat.
·
Proses penanaman nilai
melalui iklan dapat membentuk habitus tentang sistem nilai tersebut. Sehingga
iklan tidak hanya menciptakan subjek yang dapat meregulasi diri terkait
konsumsi produk namun juga subjek yang dapat meregulasi diri terkait klasifikasi
dunia sosial, disini kemudian terjadilah kekerasan simbolik.
·
image-image yang diproduksi iklan adalah tindakan pedagogis yang dapat
memaksakan secara halus nilai-nilai, standar-standar dan selera kebudayaan
kepada masyarakat atau sekurang-kurangnya memantapkan preferensi kebudayaan
mereka sebagai standar dari apa yang dianggap tertinggi, terbaik dan paling
absah. Dominasi kelas terjadi tatkala pengetahuan, gaya hidup, selera,
penilaian estetika dan tata cara sosial dari kelas yang dominan menjadi absah
dan dominan secara sosial
No comments:
Post a Comment