Sunday, September 22, 2013

The Power Of Media Use and Abuse



Tanggal 16 September 2013
Tentang: The Power Of Media Use and Abuse
Pembicara: Irwan Julianto, Vice Editor of Opinion Page at Harian Kompas

 
Media lama atau media konvensional contohnya seperti TV, koran, radio, film dan buku sedangkan media baru ditandai dengan kemajuan teknologi. Media yang sadis itu dapat dikatakan media sosial, akan tetapi media itu bukan musuh melainkan mitra.
Para wartawan yang sebenarnya memang dididik untuk menjadi sosok seseorang yang kritis dan skeptis, mereka tidak selalu sadis dalam pemberitaannya hanya saja karena berita dapat menjadi sesuatu hal yang sensitive. Hal-hal yang demikian membuat wartawan memiliki pengalaman dan kompetensi yang bervariasi karena beragamnya keadaan dan situasi yang mereka temui selalu banyak hal baru untuk dimasukan dalam daftar pengalaman nya. 


Media social tidak selalu menjadi media yang dianggap tidak memiliki kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan namun sebenarnya , berita dapat diperkuat melalui media sosial dan yang menjadi berita bukan hanya fakta tapi yang menjadi utama adalah makna. Contohnya koran yang terbit 1x24 jam maka koran perlu menyusun pemberitaannya agar bermakna bagi masyarakat dengan melibatkan sosial.
Banyak hal yang dapat menjadi sebuah berita, seperti drama kehidupan, hal yang mengacu pada konflik , tentang bencana dan hal - hal yang memancing emosi seseorang. Hal yang relevan bagi banyak orang juga dapat dijadikan berita , tidak hanya itu masi banyak hal yang dapat diolah untuk disajikan sebagai sebuah berita oleh para jurnalis. Namun semua hal ini di harapkan memiliki makna bukan hanya sebuah fakta belaka.
Menurut Habermas, Ruang publik (public sphere) adalah ruang di mana terjadi proses dinamika dialog antarpihak yang egaliter, rasional, demokratis. Public sphere yang semula merupakan suatu ranah untuk pengembangan konsensus debat publik yang rasional dan menempatkan media sebagai sarana untuk mengontrol kekuasaan, berubah menjadi suatu ajang perebutan sumber daya negara. M. Terjadilah proses pelapukan media sebagai  public sphere oleh kekuatan-kekuatan dominan yang mendikte media: pengusaha (pasar) dan penguasa negara.


Menurut Straubhaar et al. (2012:20-24), ciri-ciri media baru, ada enam:
1. Digital: digitisasi terbukti dapat meningkatkan kualitas transmisi
2. Interactive (Interaktif): Sekarang ada TV, iklan, website interaktif
3. Social media (Media sosial): Yaitu media yang isinya diciptakan dan didistribusikan lewat interaksi sosial.
4. Asynchronous Communication (Komunikasi asinkronik): Konsumsi media bisa dilakukan sesuai waktu yg enak bagi tiap orang
5. Narrowcasting (Menyebar secara sempit): Kini program siaran  TV dan radio dapat dipesan secara khusus sesuai selera pribadi-pribadi.
6. Multimedia: Media-media lama seperti surat kabar dan majalah kini dapat menciptakan platform multimedia dengan video on demand, jurnalisme warga (citizen journalism) dan lain-lain.

Saat ini masyarakat Indonesia termasuk salah satu pengguna media sosial yang tertinggi di dunia:
Hingga tahun 2012 (Nugroho dan Syarief, 2012):
-         Pengguna Twitter   > 19,5 juta akun
-         FaceBook:  42,5 juta
-         Blog:  5,3 juta


Menurut Lister et al (2009), karateristik media baru: digital, interaktif, hipertekstual, virtual, berjaringan, dan tersimulasi (simulated). Ditandai dengan perkembangan Internet dan teknologi digital, yang merupakan lompatan dan revolusi. Masyarakat informasi pun menjadi masyarakat dengan kultur digital. Kekuasaan dan pengaruh media massa yang tadinya terletak di tangan media, kini berada di tangan massa atau khalayak. Informasi yang tadinya bersifat ”One to many” berubah menjadi ”many to many”. Salah satu wujud media baru adalah media sosial, yaitu media yang isinya diciptakan dan didistribusikan lewat interaksi sosial.

No comments:

Post a Comment