Tanggal 28
Oktober 2013
Tentang : Kode Etik Jurnalistik
Pembicara :
Pak Agus Sudibyo, Direktur Indonesia
Research Centre.
Produk jurnalistik adalah surat kabar, tabloid,
majalah, buletin, atau berkalanya seperti radio, televisi, dan media on-line
internet.
Surat kabar, tabloid, majalah, dan buletin dapat
dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1. Berita
(news), meliputi:
a. Berita langsung (straight news)
b. Berita menyeluruh (comprehensive news)
c. Berita mendalam (depth news)
d. Laporan mendalam (depth reporting)
e. Berita penyelidikan (investigative news)
f. Berita khas (feature news)
g. Berita gambar (photo news)
2. Opini
(views)
Meliputi: tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, kolom,
esai, dan surat pembaca.
3. Iklan
(advertising)
Dari ketiganya, hanya news dan views yang termasuk
produk jurnalistik, sementara iklan bukan produk jurnalistik meskipun teknik
yang digunakan merujuk pada teknik jurnalistik.
Kode Etik
Jurnalistik (KEJ)
merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan
ditaati oleh media pers dalam siarannya.
Kode Etik Jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh
PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang antara lain :
1. Berita diperoleh dengan cara jujur
2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan
sebelum disiarkan (check dan recheck).
3. Sebisanya membedakan yang nyata (fact) dan
pendapat (opinion)
4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber yang
tidak mau disebut namanya.
5. Tidak memberitakan berita yang diberikan secara
off the record (four eyes only)
6.Dengan jujur menyebutkan sumber dalam mengutip
berita atau tulisan dari suatu surat kabar atau penerbitan, untuk
kesetiakawanan profesi
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan
peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut
profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin
kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar,
wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme.
Maka dari itu wartawan Indonesia menetapkan dan
menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan
berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran:
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau
fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan
intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan
objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan
setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat
secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas
sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran
gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan
secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam
penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyataka
l liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat
dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran:
a. Menguji informasi berarti melakukan check and
recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu
pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi
wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang
berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak
menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong,
fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran:
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui
sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang
terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan
secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas
kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara
erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk
membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip,
wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran:
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang
menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16
tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan
tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan
yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas
sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang,
benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk
melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off
the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran:
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan
identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran
berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi
atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan
narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau
data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan
berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar
perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak
merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran:
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber
tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran:
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan
diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan
seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat
mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan
terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak
koreksi secara proporsional. Penafsiran:
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok
orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa
fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan
kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang
dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita
yang perlu diperbaiki.
No comments:
Post a Comment